Hamilton Engine Solution PSAK 73
Spesial Use Case PSAK 73 : Kontrak Sewa dalam Mata Uang Asing dan Solusi Hamilton Engine PSAK 73 – Forex RevaluationPSAK 73 ini merupakan adopsi dari IFRS 16 Leases, yang disahkan oleh DSAK IAI pada tahun 2017 yang lalu. PSAK 73: Sewa menetapkan prinsip pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan sewa. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penyewa dan pesewa menyediakan informasi yang relevan yang merepresentasikan dengan tepat transaksi tersebut. Informasi ini memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak transaksi sewa pada posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas.PSAK 73 ini memperkenalkan model akuntansi tunggal khususnya untuk penyewa (lessee) yang memberikan dampak substansial perlakuan akuntansi atas sewa dan mengharuskan lessee untuk mencatat kontrak sewa dalam model tunggal sebagai aset hak guna (Right of Use Asset) dan liabilitas sewa dalam laporan posisi keuangan.
Dengan pengesahan PSAK 73 ini, maka PSAK ini mencabut PSAK 30: Sewa, ISAK 8: Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, ISAK 23: Sewa Operasi-Insentif, ISAK 24: Evaluasi Substansi beberapa Transaksi yang melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa, dan ISAK 25: Hak atas Tanah.
Bagaimana cara menghitung dan memperlakukan kontrak sewa dalam mata uang asing??
Pada aktivitas bisnis, tidak jarang entitas mengadakan kontrak sewa dengan menggunakan mata uang asing. Dalam istilah akuntansi, kita kenal yang namanya mata uang fungsional. Mata uang fungsional (atau mata uang pengukuran) adalah mata uang yang digunakan dalam transaksi pengukuran (yaitu mencatat ayat jurnal dan akun-akun buku besar).
PSAK 10 mensyratkan bahwa suatu entitas harus mengukur transaksinya menggunakan mata uang fungsional dan memperbolehkan entitas untuk menyajikan laporan keuangannya menggunakan mata uang fungsionalnya. Namun, PSAK 10 paragraf 38 juga menegaskan bahwa mata uang pelaporan di Indonesia umumnya adalah Rupiah. Jika entitas mengadakan transaksi dengan mata uang yang berbeda dengan mata uang fungsionalnya, maka entitas itu harus “menghitung transaksi tersebut dalam mata uang fungsionalnya”. Dalam PSAK 10 paragraf 08, mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi. PSAK 10 menjelaskan juga bahwa lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi biasanya adalah lingkungan tempat utamanya entitas menghasilkan dan mengeluarkan kas (paragraf 09).
Pelaporan transaksi valuta asing ke dalam mata uang fungsional mengacu pada PSAK 10 paragraf 21. Pada pengakuan awal, transaksi valuta asing dicatat dalam mata uang fungsional. Jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing pada tanggal transaksi. Menurut PSAK 10 bahwa tanggal transaksi merupakan tanggal pada saat pertama kali transaksi memenuhi kriteria pengakuan sesuai dengan SAK (paragraf 22). Selain itu, dijelaskan juga bahwa untuk alasan praktis, kurs yang mendekati kurs aktual pada tanggal transaksi sering digunakan, akan tetapi jika kurs berfluktuasi secara signifikan, maka penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode adalah tidak tepat.
Atas transaksi ini, selanjutnya perlakuan yang harus dilakukan pada setiap akhir periode pelaporan sesuai PSAK 10 paragraf 23 adalah:
a. Pos moneter valuta asing dijabarkan menggunakan kurs penutup.
b. Pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam valuta asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan
c. Pos nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam valuta asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar diukur.
Pada dasarnya, secara garis besar cara pelaporan dibedakan antara pos moneter dan pos non moneter. Dalam hal ini, pos moneter adalah unit dari mata uang yang dipegang atau aset dan liabilitas yang akan diterima atau dibayarkan dalam jumlah mata uang yang tetap dan dapat dipastikan. Sebaliknya, pos non moneter tidak memiliki jumlah yang tetap dan tidak dapat dipastikan (PSAK 10 Paragraf 16).
Sesuai PSAK 73, bahwa lessee kan mencatat kontrak sewa dalam model tunggal sebagai aset hak guna (Right of Use Asset) dan liabilitas sewa dalam laporan posisi keuangan. Apabila mengacu pada penjesalan sesuai dengan PSAK 10, maka pos aset hak guna (right of use asset) adalah termasuk dalam pos non moneter, karena didalam pos ini tidak terdapatnya hak untuk menerima suatu jumlah tertentu unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Sedangkan pos liabilitas sewa diperlakukan sebagai pos moneter, karena didalam pos ini mengandung kewajiban untuk menyerahkan sejumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan, untuk menyelesaikannya.
Mengacu pada penjelasan PSAK 10 tersebut, maka ketika kontrak sewa dalam mata uang asing, maka pada saat pengakuan awal transaksi tersebut dicatat dalam mata uang fungsional. Serta, jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing pada tanggal transaksi. Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut, maka ketika melakukan pengakuan awal atas aset hak guna usaha (right of use asset) dan liabilitas sewa atas kontrak sewa dengan menggunakan mata uang asing, maka atas transaksi tersebut dicatat meengunakan mata uang fungsional, dimana jumlah valuta asing atas kontrak sewa dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing pada saat tanggal transaksi kontrak sewa tersebut.
Selanjutnya, diakhir periode pelaporan karena liabilitas sewa termasuk dalam kategori pos moneter, maka liabilitas sewa ini diukur kembali (remeasurement) dengan menggunakan kurs penutup (forex revaluation). Pengukuran kembali ini juga untuk merefleksikan pembayaran sewa revisian, karena ini juga berdampak terhadap perubahan arus kas. Liabilitas sewa merupakan komitmen atas penyelesaian kewajiban yang didiskontokan menggunakan suku bunga implisit sewa/ IBR (Interest Borrowing Rate) dalam sewa selama masa sewa berakhir. Sebagai efek dari nilai kini liabilitas sewa, maka jumlah nilai bunga yang dilaporkan pada saat akhir periode diukur berdasarkan nilai liabilitas sewa pada akhir periode.
Ketika diakhir periode pelaporan liabilitas sewa dinilai kembali dengan menggunakan kurs penutup, maka nilai liabilitas sewa menjadi berbeda dengan nilai aset hak guna usaha (right of use asset). Namun aset hak guna usaha (right of use asset) tidak dapat disesuaikan, karena termasuk dalam pos non moneter, sehingga pada saat pelaporan akhir periode tetap menggunakan kurs pada saat transaksi awal. Selisih ini sebagai akibat perbedaan kurs pada saat pengukuran saat awal transaksi dan periode pelaporan ini maka akan muncul selisih kurs dan diakui dalam laba/rugi.
Sesuai PSAK 10 paragraf 28, atas selisih kurs yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada proses penjabaran pos moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter tersebut dijabarkan, pada pengakuan awal selama periode atau pada periode laporan keuangan sebelumnya diakui dalam laba rugi pada periode terjadinya, kecuali sebagaimana yang didiskripsikan dalam paragraf 32 (tentang investasti neto entitas pelapor dalam kegiatan luar negeri).
Ilustrasi Transaksi Kontrak Sewa Dalam Mata Uang Asing
Hamilton Airlines menyepakati kontrak sewa atas satu pesawat terbang A350 dari perusahan Ryon Airline Ltd dengan nilai pembayaran tetapnya sebesar 1.000 USD setiap bulannya. Komitmen atas sewanya selama 2 tahun dimulai 01 Januari 2021 sampai 31 Desember 2022. Suku bunga inkremental (IBR) untuk komitmen sewa ini adalah 5% per tahunnya.
Kontrak sewa ini menggunakan mata uang USD yang merupakan mata uang asing, dimana mata uang fungsional untuk Hamilton Airlines adalah IDR. Karena aset hak guna usaha (Right of Use Asset) merupakan item pos non moneter, jika didominasi dalam mata uang asing maka aset tersebut akan dijabarkan menggunakan kurs histori (kurs pada saat awal transaksi). Sedangkan, liabilitas sewa merupakan pos moneter maka pada pengukuran awal dicatat menggunakan kurs histori dan selanjutnya pada akhir periode diukur kembali menggunakan kurs penutup.
Kurs Nilai Tukar
01/01/2021: 1 USD = 13.000 IDR
31/01/2021: 1 USD = 13.100 IDR
28/02/2021: 1 USD = 13.250 IDR
31/03/2021: 1 USD = 13.150 IDR
Hitunglah berapa nilai selisih laba rugi kurs, RoU, Depresiasi, dan Penyesuaian Liabilitas Sewa
Pengakuan Awal – 01.01.2021.
Pelaporan Akhir Periode – 31.01.2021
Pelaporan Akhir Periode – 28/02/2021
Pelaporan Akhir Periode – 31/03/2021
Solusi Hamilton Engine IFRS 16 – Kontrak Sewa dalam Mata Uang Asing (Forex Revaluation)
Hamilton Engine merupakan solusi yang ditawarkan oleh Cognitus Consulting https://www.cognitusconsulting.com/hamilton-ifrs-16/ untuk membantu perusahaan yang telah menggunakan system SAP untuk dapat mengimplementasikan PSAK 73 dengan mudah dan fleksibel tanpa harus merubah bisnis proses yang telah ada untuk saat ini (business as usual). Kontrak sewa dalam mata uang asing merupakan salah satu fiture spesial use case yang disediakan oleh Hamilton Engine IFRS 16. Berikut ini adalah hasil perhitungan yang dilakukan oleh Hamilton Engine dengan menggunakan fiture yang disediakan untuk menghandle use case ini, yaitu fiture forex revaluation.
Referensi : PSAK 73, PSAK 10 (Revisi 2014)
Leave a Reply